Tuesday, November 22, 2016

FRAUD DAN COSO FRAMEWORK

Apa itu Fraud?
             Fraud (penipuan/kecurangan) merupakan kejahatan memanipulasi informasi dengan tujuan mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya. Biasanya kejahatan yang dilakukan adalah memanipulasi informasi keuangan atau bisa juga dikatakan sebagai proses pembuatan, adaptasi, meniru benda, statistik, atau dokumen-dokumen dengan maksud untuk menipu.
            Tipe-tipe (klasifikasi) fraud menurut Association of Certified Fraud Examiners(ACFE) dalam Fraud Tree, terdiri dari 3 tipe besar dari occupational fraud, yaitu: CorruptionAsset Misappropriation, dan Fraudulent Statements (Financial Statement Fraud).
Mengenai terjadinya fraud, terdapat teori-teori yang terus berkembang untuk menjelaskan hal tersebut, seperti: teori segitiga fraud (Cressey’s Fraud Triangle Theory (FTT), 1950), teori permata fraud (Wolfe and Hermanson’s Fraud Diamond Theory (FDT),  2004) dan teori pentagon fraud (Crowe’s Fraud Pentagon Theory (FPT), 2011).
Dalam rangka merespon kebutuhan eksekutif dalam menciptakan cara-cara efektif untuk mengendalikan lebih baik perusahaannya serta memberikan jaminan terhadap tujuan perusahaan yang berhubungan dengan operasi, pencatatan dan ketaatan pada suatu prinsip pengendalian internal yang dapat mencegah fraud, COSO mengembangkan kerangka kerja yang dikenal sebagai COSO (Internal Control) Integrated Framework pada tahun 1992 dan selanjutnya digantikan dengan COSO (Internal Control) Integrated Framework pada tahun 2013.

Fraud Tree


            Fraud atau kecurangan dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu Corruption (korupsi), Asset Misappropriation (penyalahgunaan/penyelewengan aset) dan Financial Statement Fraud (kecurangan dalam Laporan Keuangan)
            Corruption dalam bagan Fraud Tree diatas dikelompokan menjadi :
·         Conflict of Interest (benturan kepentingan),
·         Bribery (penyuapan untuk mempercepat penyelesaian masalah),
·         Illegal Gratuities (biasa juga disebut gratifikasi),
·         Economic Extortion (pemerasan).
Dalam Asset Misappropriation ada :
·         Skimming (mengambil keuntungan dari suatu transaksi dengan melibatkan pihak ketiga)
·         Cash Larceny (pencurian uang tunai perusahaan)
·         Fraudulent Disbursement (lebih “maju” dari skimming dan melibatkan lebih banyak pihak dan prosedur)
            Financial Statement Fraud maksudnya adalah manipulasi laporan keuangan, sebagai contoh overstatement berarti penyajian laporan keuangan “ditinggikan” dari aslinya sedangkan understatement sebaliknya yaitu “dikecilkan” dari aslinya. 

1.     Teori Fraud Triangle (Segitiga Fraud)




Teori ini dicetuskan oleh Donald Cressey, dalam teori ini, ada 3 hal yang dapat membuat seseorang melakukan fraud atau kecurangan, yaitu Pressure (dorongan/tekanan), Opportunity (peluang atau kesempatan), dan Rationalization (rasionalisasi/pembenaran).

Pressure (dorongan/tekanan) yang dimaksud disini adalah suatu kejadian dari luar atau dalam orang tersebut yang menimbulkan suatu tekanan/dorongan untuk melakukan fraud, bisa saja karena hutang atau hal-hal lain yang menyebabkan orang tersebut sangat ingin melakukan fraud agar tekanan itu hilang, misalnya orang dengan hutang yang banyak akan merasa tertekan dan akan melakukan segala cara untuk melunasi hutangnya dan bisa juga dengan melakukan korupsi, yang dimana termasuk salah satu bentuk fraud.

Opportunity (peluang/kesempatan) yang dimaksud adalah suatu kondisi dimana tidak ada pengawasan atau lemahnya pengawasan (internal maupun eksternal) sehingga menyebabkan seseorang dapat melakukan fraud dengan mudah tanpa terlacak karena lemahnya/tidak adanya pengawasan.

Rationalization (rasionalisasi/pembenaran) merupakan hal yang paling biasa digunakan untuk melakukan fraud, yaitu pembenaran atas apa yang dilakukannya dan tidak mau mengakui bahwa orang tersebut sudah berulang-ulang melakukan fraud.

Solusi untuk 3 hal ini adalah Etika yaitu rasa sadar diri untuk segera menghentikan fraud-fraud yang dilakukannya, jika orang memiliki Etika yang baik maka orang itu tidak akan memiliki pikiran untuk melakukan fraud sekalipun ada Pressure, Opportunity dan Rationalization.

2.     Teori Diamond


     Teori diamond merupakan pengembangan oleh Wolfe dan Hermanson dari Teori triangle yang sudah dijelaskan diatas, ada penambahan 1 faktor yang mendorong terjadinya fraud yaitu Capability (adanya kemampuan) untuk melakukan fraud, disini maksudnya bahwa selain ada Pressure , Opportunity dan Rationalization , ada Capability seseorang untuk dapat terus menerus melakukan fraud, contohnya tingginya jabatan adalah salah satu Capability seseorang untuk dapat melakukan fraud misalnya Manajemen melakukan korupsi terus menerus karena merasa merasa punya Capability untuk melakukan korupsi tersebut secara terus menerus.
3.     Teori Pentagon


Teori Pentagon merupakan teori yang dikemukakan oleh Crowe H. pada tahun 2011. Teori ini muncul karena teori pendahulunya yang dikemukakan oleh Donald R. Cressey mengenai teori triangle mengalami perluasan karena kondisi sekarang yang sudah berbeda. Dalam teori ini, Crowe menambahkan dua hal yang mendorong seseorang melakukan fraud, yaitu Competence (Kemampuan) dan Arrogance (Sifat arogan).

Kompetensi memiliki makna yang sama dengan elemen teori diamond yaitu kemampuan / kapabilitas (capability) yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson.

Arogansi adalah sikap yang menunjukkan bahwa kontrol internal, kebijakan dan peraturan dari perusahaan tidak berlaku untuk dirinya dan merasa dirinya bebas dari kebijakan, peraturan dan kontrol internal perusahaan sehingga merasa tidak bersalah atas fraud-fraud yang dilakukannya.


Menurut Crowe, solusi untuk fraud yaitu dengan meningkatkan kontrol internal agar karyawan/manajer tidak bisa melakukan fraud dengan mudah.

5 Komponen dari COSO Framework

Dalam rangka merespon kebutuhan eksekutif dalam menciptakan cara-cara efektif untuk mengendalikan lebih baik perusahaannya serta memberikan jaminan terhadap tujuan perusahaan yang berhubungan dengan operasi, pencatatan dan ketaatan pada suatu prinsip pengendalian internal yang dapat mencegah fraud, COSO mengembangkan kerangka kerja yang dikenal sebagai COSO (Internal Control) Integrated Framework pada tahun 1992 dan selanjutnya digantikan dengan COSO (Internal Control) Integrated Framework pada tahun 2013 karena banyaknya perubahan di lingkungan bisnis dan operasi beberapa dekade terakhir.

COSO's Internal Control - Integrated Framework adalah kerangka kerja yang dapat menjadikan organisasi untuk efektif dan efisien dalam mengembangkan sistem pengendalian internalnya yang beradaptasi terhadap perubahan di lingkungan bisnis dan operasi, mengurangi risiko sampai ke tingkat yang dapat diterima dan mendukung pengambilan keputusan dan tata kelola yang masuk akal dalam organisasi.

COSO’s Integrated Framework (1992 dan 2013) terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu:

1.     Monitoring (1992) atau Monitoring Activities (2013)
Proses pemantauan atau kegiatan pemantauan menurut COSO dilaksanakan melalui kegiatan pemantauan yang sedang berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai kombinasi dari keduanya untuk memastikan apakah setiap komponen dari lima komponen pengendalian internal menurut COSO sedang berfungsi atau tidak.

Monitoring merupakan komponen dari COSO Integrated Framework (1992) yang digantikan dengan Monitoring Activities (kegiatan pemantauan) dalam tahun 2013.

2.     Information and Communication (Informasi dan Komunikasi)
Informasi penting untuk entitas dalam menjalankan tanggung jawab pengendalian internalnya untuk mendukung pencapaian tujuannya. Komunikasi adalah kegiatan yang terjadi terus menerus, proses berulang untuk menyediakan, membagikan dan mendapatkan informasi yang penting. Komunikasi menurut COSO dalam lingkup organisasi dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal.

3.     Control Activities (Aktivitas Pengendalian)
Aktivitas kontrol adalah tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur yang membantu menjamin dilaksanakannya arahan-arahan manajemen untuk mengurangi risiko dalam usaha pencapaian tujuan organisasi. Dalam sifatnya, terbagi menjadi lingkungan pengendalian preventif dan mendeteksi, yang aktivitas-aktivitasnya mungkin dilakukan secara manual atau otomatis (melalui IT).

4.     Risk Assessment (Penaksiran Risiko)
Setiap entitas dihadapkan dengan berbagai risiko yang bersumber dari luar dan dalam organisasi. Risiko menurut COSO didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa suatu kejadian akan terjadi dan pengaruhnya akan berlawanan untuk proses pencapaian tujuan. Penilaian / penaksiran risiko adalah proses yang dinamis dan berulang untuk mengidentifikasi dan menilai risiko dalam usaha pencapaian tujuan organisasi.

5.     Control Environment (Lingkungan Pengendalian)

Lingkungan pengendalian adalah sekumpulan standar, proses dan struktur yang menyediakan dasar untuk dilakukannya pengendalian internal di seluruh bagian organisasi. Keberhasilan lingkungan pengendalian memiliki dampak yang bersifat "pervasif" atau yang dapat mempengaruhi sistem pengendalian internal secara keseluruhan.

Sumber:




No comments:

Post a Comment